 
                        Oleh: Yoni Syafrizal
Perkembangan teknologi dan kemajuan media sosial telah membawa dampak besar terhadap kehidupan masyarakat, khususnya generasi milenial. Informasi, hiburan, dan budaya dari berbagai penjuru dunia kini dapat diakses dengan mudah melalui gawai dalam genggaman tangan.
Di satu sisi, hal ini membuka wawasan dan memperluas pengetahuan generasi muda. Namun di sisi lain, derasnya arus budaya asing yang masuk tanpa filter dapat menggeser nilai-nilai luhur budaya lokal, termasuk budaya Minangkabau yang kaya akan filosofi dan kearifan.
Minangkabau dikenal sebagai salah satu suku bangsa yang memiliki sistem adat dan budaya yang kuat. Filosofi "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah" menggambarkan betapa eratnya hubungan antara budaya, adat, dan ajaran agama dalam kehidupan masyarakatnya.
Namun, kekuatan adat ini kini mulai diuji oleh perubahan zaman. Generasi muda, khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), mulai mengalami pergeseran minat terhadap budaya tradisional mereka sendiri.
Seni dan budaya Minangkabau mencakup banyak aspek, mulai dari seni tari, musik tradisional seperti talempong dan saluang, hingga sastra lisan seperti pantun dan kaba. Setiap bentuk kesenian ini memiliki makna dan nilai-nilai pendidikan moral yang dalam. Sayangnya, minat untuk mempelajari dan melestarikan seni tersebut semakin menurun di kalangan generasi muda yang lebih tertarik pada budaya populer dari luar negeri.
Perubahan gaya hidup akibat pengaruh media sosial membuat anak muda lebih dekat dengan budaya digital global. Mereka lebih sering mengonsumsi musik K Pop, drama Korea, atau tren Barat yang sedang viral, dibanding menonton pertunjukan randai atau mendengarkan dendang tradisional Minang berupa babiola. Fenomena ini bukan sekadar masalah selera, tetapi juga menyangkut identitas dan keberlanjutan budaya lokal di masa depan.
Oleh karena itu, pendidikan seni dan budaya menjadi sangat penting untuk memperkuat kembali identitas generasi muda Minangkabau. Pendidikan tidak hanya dilakukan secara formal di sekolah, tetapi juga melalui kegiatan nonformal seperti sanggar seni, komunitas budaya, dan program pelestarian di tingkat nagari. Dengan pendidikan yang terarah, anak muda dapat memahami bahwa budaya bukan sekadar warisan, tetapi juga sumber kebanggaan dan kekuatan sosial.
Sekolah-sekolah di Pessel dapat berperan sebagai pusat pengembangan seni dan budaya lokal. Misalnya, dengan memasukkan materi kebudayaan Minangkabau ke dalam kurikulum muatan lokal. Kegiatan ekstrakurikuler seperti tari piring, randai, babiola, atau musik talempong bisa menjadi sarana menumbuhkan kecintaan terhadap warisan budaya. Melalui kegiatan seperti ini, siswa dapat belajar disiplin, kerja sama, dan rasa hormat terhadap tradisi.
Selain lembaga pendidikan formal, peran tokoh adat dan budayawan juga sangat penting. Mereka adalah penjaga nilai-nilai budaya yang otentik dan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi muda. Kolaborasi antara sekolah, pemerintah daerah, dan tokoh adat dapat menciptakan sinergi yang kuat untuk melestarikan seni dan budaya lokal di tengah modernisasi.
Media sosial yang sering dianggap sebagai ancaman, sebenarnya juga dapat menjadi alat yang efektif untuk pelestarian budaya. Anak muda Minangkabau di Pesisir Selatan dapat memanfaatkan platform seperti YouTube, Instagram, atau TikTok untuk mempromosikan seni dan budaya daerah. Misalnya, membuat konten tentang proses pembuatan pakaian adat, tutorial tari tradisional, atau cerita rakyat Minang dalam format digital yang menarik.
Dengan pendekatan kreatif dan inovatif, budaya lokal bisa tetap eksis dan relevan di era digital. Tantangannya bukan pada teknologi itu sendiri, melainkan bagaimana generasi muda menggunakannya untuk memperkuat jati diri dan memperkenalkan warisan leluhur kepada dunia. Melalui cara ini, budaya tidak hanya dipertahankan, tetapi juga berkembang mengikuti zaman.
Pemerintah daerah Kabupaten Pesisir Selatan juga memiliki peran besar dalam mendukung pelestarian budaya. Program seperti festival budaya, lomba seni tradisional, atau pelatihan bagi seniman muda dapat menjadi wadah bagi generasi milenial untuk menyalurkan kreativitasnya. Dukungan berupa dana, fasilitas, dan promosi harus diarahkan agar kegiatan budaya menjadi bagian dari gaya hidup anak muda.
Selain itu, penting juga untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas Minangkabau di kalangan generasi muda. Nilai-nilai adat seperti gotong royong, sopan santun, dan rasa hormat terhadap orang tua perlu terus diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter yang berbasis budaya lokal dapat menjadi benteng moral di tengah derasnya pengaruh budaya luar.
Kearifan lokal Minangkabau juga mengajarkan keseimbangan antara kemajuan dan tradisi. Prinsip "alam takambang jadi guru" mengajarkan agar manusia belajar dari alam, beradaptasi dengan perubahan, namun tidak kehilangan akar. Hal ini sangat relevan bagi generasi muda Pesisir Selatan dalam menghadapi era digital yang serba cepat dan kompetitif.
Salah satu langkah strategis adalah membentuk komunitas kreatif berbasis budaya. Komunitas ini dapat menggabungkan unsur tradisi dan inovasi, misalnya dengan mengaransemen musik talempong ke dalam genre modern, atau membuat film pendek dengan latar cerita adat Minang. Pendekatan seperti ini dapat menjembatani selera generasi muda dengan nilai-nilai budaya lokal.
Selain karya seni, budaya Minangkabau juga memiliki dimensi sosial yang perlu dilestarikan, seperti sistem kekerabatan matrilineal, musyawarah di balai adat, dan tradisi gotong royong. Semua ini mencerminkan struktur sosial yang harmonis dan demokratis, yang bisa menjadi inspirasi bagi kehidupan modern yang cenderung individualistis.
Melestarikan budaya bukan berarti menolak perubahan, tetapi mengarahkan perubahan agar tetap berpijak pada nilai-nilai luhur. Generasi muda Pesisir Selatan perlu menjadi agen perubahan yang berbudaya, bukan sekadar peniru tren global. Mereka dapat menjadi contoh bagaimana kearifan lokal dan modernitas dapat berjalan beriringan.
Peran keluarga juga tidak boleh dilupakan. Orang tua perlu menanamkan kebanggaan terhadap budaya sejak dini. Cerita rakyat, pepatah Minang, dan kebiasaan adat dalam kehidupan sehari-hari menjadi media efektif untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada anak-anak. Dengan begitu, pendidikan budaya dimulai dari rumah sebelum berkembang ke masyarakat luas.
Pada akhirnya, pelestarian seni dan budaya Minangkabau di Kabupaten Pesisir Selatan bukan sekadar tanggung jawab pemerintah atau tokoh adat, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh lapisan masyarakat.
Di tengah derasnya arus globalisasi digital, generasi milenial harus mampu berdiri tegak sebagai penerus adat dan penjaga jati diri bangsa. Dengan kesadaran dan semangat bersama, seni dan budaya Minangkabau akan tetap hidup, berdenyut, dan beradaptasi di sepanjang zaman.