• info@pesisirselatan.go.id
  • Hours: Mon-Fri: 8am – 4pm
Pokmaswas: Gerakan Warga Menjaga Laut, Menggerakkan Ekonomi

20 Oktober 2025

131 kali dibaca

Pokmaswas: Gerakan Warga Menjaga Laut, Menggerakkan Ekonomi

Di pesisir selatan Sumatera Barat, ombak bukan sekadar pembatas daratan dan lautan. Ia menjadi saksi tumbuhnya kesadaran masyarakat yang perlahan menanamkan cinta pada laut  dari suara debur ombak hingga langkah kecil warga yang menjaga sarang penyu. Salah satu kisah inspiratif itu datang dari Nagari Amping Parak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, tempat di mana Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) tumbuh sebagai garda terdepan konservasi penyu.

Gerakan ini lahir dari kepedulian masyarakat terhadap penurunan populasi penyu akibat aktivitas manusia. Dahulu, telur penyu mudah ditemukan di sepanjang pantai. Namun kini, keberadaannya semakin langka akibat perburuan, pencemaran, abrasi, dan perubahan tata ruang pesisir. Situasi inilah yang menggugah kesadaran masyarakat untuk bertindak  bukan sekadar menunggu peran pemerintah, tetapi berkolaborasi melalui wadah Pokmaswas.

Pokmaswas merupakan mitra strategis pemerintah dalam menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir. Mereka bekerja secara sukarela, namun dampaknya nyata dan luas. Di Amping Parak, kelompok ini tak hanya berperan sebagai pengawas aktivitas ilegal di laut, tetapi juga menjadi pendidik lingkungan bagi masyarakat sekitar. Mereka rutin melakukan sosialisasi tentang pentingnya menjaga habitat penyu, mengedukasi wisatawan agar tidak merusak sarang penyu, serta mengajak anak-anak sekolah memahami nilai ekologis hewan laut yang dilindungi itu.

Menurut sejumlah penggiat konservasi, keberhasilan Pokmaswas tak lepas dari dukungan berbagai pihak  mulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang, hingga perguruan tinggi. Sinergi ini memperkuat pelaksanaan konsep ekonomi biru, yakni pembangunan yang berpihak pada kelestarian lingkungan laut.

Konsep ekonomi biru menempatkan laut sebagai aset berharga yang harus dikelola secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, konservasi penyu bukan hanya menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Beberapa anggota Pokmaswas kini mengembangkan kegiatan pendukung seperti wisata edukasi penyu dan produk kreatif berbasis laut. Wisatawan yang datang ke Amping Parak tak hanya menikmati panorama pantai, tetapi juga belajar tentang siklus hidup penyu, menyaksikan proses penetasan telur, hingga ikut serta dalam kegiatan pelepasan tukik ke laut.

Setiap kegiatan wisata edukatif turut menggerakkan roda ekonomi lokal. Warga yang sebelumnya bergantung pada aktivitas melaut kini dapat beralih menjadi pemandu wisata, penjaga sarang penyu, atau pengelola homestay. Ibu-ibu rumah tangga pun terlibat dengan menjual makanan tradisional dan cendera mata bernuansa laut. Perlahan, paradigma masyarakat berubah: laut bukan lagi sumber ekonomi jangka pendek, melainkan ruang hidup yang perlu dijaga untuk generasi mendatang.

Namun, jalan konservasi tidak selalu mulus. Tantangan tetap ada, terutama dari aktivitas manusia seperti pembangunan di sempadan pantai, penggunaan lampu berlebihan di area peneluran, hingga tumpukan sampah plastik yang terbawa arus. Ancaman ini menuntut penanganan serius dan kolaboratif. Pemerintah daerah bersama Pokmaswas terus memperkuat regulasi serta penegakan hukum sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 tentang konservasi penyu laut, serta berbagai ketentuan perlindungan satwa langka lainnya.

Langkah-langkah pengawasan juga dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Masyarakat tidak lagi diposisikan sebagai objek, melainkan sebagai subjek utama konservasi. Mereka dilibatkan dalam pelaporan aktivitas penangkapan ilegal, pemantauan penyu bertelur, hingga penanaman vegetasi pantai sebagai penahan abrasi. Pendekatan ini menunjukkan bahwa menjaga alam bukan tugas segelintir orang, tetapi kerja kolektif yang lahir dari kesadaran bersama.

Lebih dari itu, gerakan Pokmaswas di Amping Parak mengajarkan makna keberlanjutan dari sisi sosial dan spiritual. Di balik kegiatan melepas tukik ke laut, tersimpan pesan bahwa manusia dan alam memiliki hubungan timbal balik yang mesti dijaga. Laut memberi kehidupan, dan manusia bertugas memastikan laut tetap hidup.

Kini, setiap kali tukik kecil dilepaskan di tepi pantai, masyarakat Amping Parak menyaksikan harapan yang meluncur bersama ombak — harapan tentang laut yang lestari, generasi yang peduli, dan ekonomi yang tumbuh tanpa merusak. Pokmaswas mungkin lahir dari kelompok kecil, namun semangatnya menjelma besar: menjaga laut berarti menjaga masa depan.